Makna Tumpek Landep dan Implementasi di Era Globalisasi
Opini: Si Made Pinter (Penglumbaran Desa)
Berdasarkan pembagiannya umat Hindu Indonesia membagi dua pelaksanaan hari suci yakni berdasarkan perhitungan sasih dan berdasarkan perhitungan pawukon atau wuku. Hari suci yang dilaksanakan berdasarkan sasih yakni hari suci Nyepi dan hari suci Siwalatri. Kemudian pelaksanaan hari suci berdasarkan wuku atau pawukon diantaranya hari suci Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Buda Kliwon, Tumpek, Buda Wage, Buda Cemeng, Anggara Kasih dan masih banyak lainnya.
Pengertian Hari Raya Tumpek Landep
Secara etimologi “tumpek” berasal dari kata tampa yang memiliki arti turun. Tampa dalam kamus Jawa Kuna Indonesia mendapat sisipan kata Um, sehingga beruba menjadi Tumampak yang artinya berpijak. Kata ini kemudian beruba menjadi kata keterangan yakni “Tumampek” yang berarti dekat. Kata ini kembali mengalami persenyawaan hurut “M” sehingga beruba menjadi “Tumpek”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hari suci Tupek merupakan hari peringatan turunnya manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa ke bumi.
Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa hari raya Tumpek Landep berasal dari dua kata yakni “Tumpek” dan “Landep”. Tumpek berasal dari kata “Metu” yang berarti nertemu dan “Mpek” yang berarti akhir. Jika melihat arti kata di atas dapat dikatakan bahwa “Tumpek” merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, di mana Panca Wara yang diakhiri dengan Kliwon anda Sapta wara diakhiri Saniscara (hari Sabtu).
Sedangkan kata “Landep” sendiri memiliki arti tajam atau runcing. Maka dari itu pada upacara-upacara Tumpek Landep dilakukan juga upacara pada benda-benda tajam seperti keris pusaka dan benda-benda tajam lainnya.
Makna Hari Raya Tumpek Landep
Pada zaman globalisasi seperti saat ini umat Hindu memaknai hari raya Tumpek Landep sebagai hari penyucian terhadap benda-benda seperti keris, tombak dan bahkan saat ini digunakan juga sebagai penyucian terhadap benda-benda eletronik seperti laptop, smarphone, mobil, motor dan berbagai benda-benda lainnya.
Pemberian banten pada benda-benda tersebut memiliki makna agar Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati berkenan memberikan anugerah terhadap benda-benda tersebut agar mempermuda jalan hidup pemiliknya saat digunakan.
Selain itu Tumpek landep juga bermakna pemujaan dan rasa syukur kepada Hyang Pasupati atas segala ciptaanya, sehingga atas analisis dari manusia menggunakan ketajaman Jnana (pikiran/idep, logika dan ilmu pengetahuannya) sehingga berhasillah mengolah logam-logam yang dipergunakan untuk melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Sehingga lazimnya pada tumpek ini sepertinya dikategorikan sebagai sarwa sanjatanyapun yang dari logam, pada hal yang utama bagaimana ketajaman dari Jnanam kita yang dianugerahi oleh Sang Maha Pencipta.
Dalam Kalender Bali Digital dijelaskan bahwa Tumpek Landep juga disebutkan sebagai upacara yadnya selamatan terhadap semua jenis alat yang tajam atau senjata, keris dan lain-lain serta memohon kehadapan Ida Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati agar semua alat atau senjata tetap bertuah yang perayaannya dilakukan setiap 210 hari yaitu pada Sabtu Wuku Landep.
Ni Kadek P. Noviasih, dalam artikel “Tumpek Landep Kearifan Lokal Umat Hindu Etnis Bali Memanfaatkan Teknologi Untuk Kemanusiaan”, menjelaskan bahwa upacara tumpek dilaksanakan untuk memohon keselamatan kehadapan Sang Hyang Pasupati, manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME) sebagai Dewa Pencipta dan pemilik peralatan yang terbuat dari besi, perak, emas dan lain sebagainya. Juga sebagai wujud atau simbol puji syukur umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih sehingga tercipta benda-benda yang dapat membantu sekaligus mempermudah kehidupan manusia.
Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Tumpek Landep
Dalam Lontar Sundari Gama dijelaskan bahwa banten yang digunakan pada hari Raya Tumpek Landep yakni tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate, terasi merah, daun dan buah-buahan. Kemudian 29 tanding (kelompok) dihaturkan di sanggah atau merajan (tempat suci). Persembahan kepada Sanghyang Pasupati berupa sebuah Sesayut Pasupati, sebuah Sesayut Jayeng Perang, sebuah Sesayut Kusumayudha, Banten Suci, Daksina, Peras, Ajuman, Canang Wangi, Reresik atau Pabersihan.
Pengertian Pasupati
Pasupati adalah proses sakralisasi terhadap benda-benda bertuah sebagai permohonan yang ditujukan kepada Sanghyang Pasupati yang diucapkan dengan mantra Weda yang dilengkapi dengan banten pasupati. Pasupati merupakan permohonan untuk menghidupkan benda-benda sakral dengan menggunakan upacara pasupati untuk dapat memberi kekuatan magis pada benda-benda sakral seperti keberadaan sebuah arca pada sebuah tempat suci yaitu berupa patung atau ukiran yang telah dipasupati dan memiliki roh-roh atau atma suci, sebagai sthana para Dewa dan Ida Sanghyang Widhi.