Warga Lokal Resah, WNA Sabot Profesi Pribumi
Kolase: Searah jarum jam, drh Ketut Suastika, Wayan Kanta, dan Wayan Darmaya menyampaikan fenomena WNA mengambil alih profesi masyarakat lokal di Bali dan meminta ketegasan pemerintah dalam hal pengawasan dan penerapan regulasi. (BB/Dok pribadi)
Denpasar | barometerbali – Kabar tentang Warga Negara Asing (WNA) merebut profesi yang biasa dikerjakan masyarakat Bali ternyata bukan cerita isapan jempol belaka. Beberapa warga dan pelaku pariwisata mengakui masalah tersebut memang sudah berlangsung sejak lama namun belum ada ketegasan dari Imigrasi maupun pemerintah sehingga hasilnya belum signifikan.
Mengomentari fenomena ini barometerbali.com mewawancarai beberapa pihak di Bali pada Rabu (24/5/2023) yang memiliki sekelumit pengalaman dan informasi mengenai adanya WNA melakukan kegiatan diduga ilegal di Pulau Dewata. Kali ini seorang warga asal Baturiti Tabanan drh Ketut Suastika menuturkan dirinya ketika melewati jalan raya Batubulan, Gianyar saat kemacetan lalu-lintas di depan jembatan timbang, ia bertemu sebuah bus pariwisata yang penumpangnya semua wisatawan Eropa atau Amerika atau Australia dilihat dari ciri-ciri fisiknya, namun ia dibuat terperanjat, tour leader-nya WNA.
“Kejadiannya hari Sabtu (20/5/2023). Tentu tak aneh bagi saya, tapi yang terasa janggal, tour leader-nya juga orang asing. Asyik berbicara via mikrofon seperti menjelaskan sesuatu. Agak kaget saja kok bule jadi tour leader? Pertanyaannya apa memang seperti itu ya situasi perpariwisataan saat ini?” tanya Suastika keheranan.
Oleh karena saat hal itu berlangsung Suastika sedang mengendarai sepeda motor, sehingga tidak bisa melakukan pengambilan gambar dengan kamera ponselnya.
“Jadi benar sudah masuk di semua lini. Termasuk wisata spiritualis, sampai mengajar megenta (memainkan genta seperti sulinggih/orang suci, red),” singgungnya.
“Di Bedugul, barat bekas Hotel PI (Puncak Indah) bule buka warung kopi. Di Beringkit bule jualan bibit tanaman. Tiyang beli bibit klongkang jeg bule kasirne (saya membeli bibit klongkang, ternyata kasirnya bule),” sambung Suastika tak habis pikir.
Apa yang disampaikan Suastika dibenarkan pemandu pariwisata Wayan Kanta yang menyebutkan kejadian seperti itu sudah banyak tapi tidak ada istansi yang menangani.
“Itulah, ketegasan lembaga yg mengurusi itu tidak ada. Sudah banyak laporan di group WA (WhatsApp) sopir. Lagu lama. Niki (ini) lingkaran setan sampai ke imigrasi,” ungkapnya.
Kanta menanyakan fungsi unit cyber crime (unit tindak pidana siber) yang baru dibentuk, dari penilaiannya sudah hilang tugasnya.
“Suud 42 hari, senggak Baline, (Pasca-42 hari, istilah Bali-nya, red) hilang sudah semuanya,” sindir Kanta.
Tak hanya Suastika, pelaku pariwisata dan pengusaha kuliner Wayan Darmaya juga mengakui maraknya WNA yang bertindak di luar ketentuan yang berlaku.
“Intinya seluruh elemen masyarakat bergerak. Bilamana menemukan oknum bule melakukan kegiatan di luar ketentuan, segera didokumentasikan, publikasikan ke sosial media. Tidak bisa lagi menaruh harapan ke instansi tertentu. Ujung-ujungnya oknum aparat akan menikmati atau memanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” sentilnya.
Bahkan yang membuat miris imbuh Darmaya, WNA sudah merambah hingga menjadi tukang bangunan.
“Di Pecatu, Jalan Labuan Sait, bule buka warung nasi pinggir jalan. Ada jadi yoga instructor, ada surfing instructor, dan EO (event organizer), GRO (Guest Relation Officer). Pemimpin kita masih ada kah?” senggolnya.
Dengan dimediakan sebut Darmaya sekurang-kurang semua pihak sudah melakukan upaya perbaikan ke depan.
“Biar anak cucu leluasa bekerja tidak diserobot oleh asing di masa yang akan datang. Kalau masyarakat tidak mengkritisi akan makin sulit bersaing. Semua celah usaha, pekerjaan akan dicaplok oleh naker asing,” tandas Darmaya.
Editor: Ngurah Dibia