Saturday, 09-11-2024
Hukrim

Bolduzer Unud “Lawan” Fakta Hukum

Badung | barometerbali – Universitas Udayana (Unud) menunjukkan sikap kerasnya melawan warga dengan mengerahkan alat berat bolduzer untuk menguasai obyek sengketa di Jimbaran. Alasan pihak Unud akan membangun tembok pagar setelah melakukan permohonan peninjauan kembali (PK) dibalik putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) No: 981K/Pdt/2013 dan mendapatkan putusan PK No: 451PK/Pdt/2015.

Dalam putusan itu Hakim Agung memutus, obyek sengketa selama ini dikuasai warga dikembalikan sebagai tanah negara. Dan dari putusan PK tersebut melalui berita acara Penetapan No.46/Eks/2020/PN.Dps jo Nomor 463/PDT.G/2011/PN.Dps tanggal 3 Januari 2021 telah dilakukan Restitusi (Pemulihan Hak)

Atas dasar itu Unud mulai mengeluarkan taringnya melakukan pembangunan pagar tembok keliling. Sisi lain juga disebut-sebut, pihak petugas lapangan Barang Milik Negara (BMN) dari Unud berusaha mendekati pengontrak tanah. Sedari dahulu membayar sewa kepada warga yang menguasai lahan dan kini diarahkan ke rektorat.

Walaupun demikan Unud tetap keukeuh dan tak peduli meski di balik pengerjaan proyek pembangunan pagar di lahan tersebut telah ada laporan polisi (LP) No: STTL/368/IX/2021/BARESKRIM POLRI terkait dugaan pidana penyerobotan tanah serta memalsukan surat autentik dilakukan Unud ke Mabes Polri.

Warga bernama I Nyoman Suastika mengaku keberatan dengan tindakan Unud. Sebelumnya, diketahui warga ini adalah ahli waris dari Pipil No 514 Persil 137 Kelas V dengan Luas 27.600 m2 HMA/SPPT No: 51.03.050.004-0003.0 atas nama kakeknya I Rimpuh sebagai pegangan menguasai lahan.

Suastika menegaskan, keberatan pihaknya bukan tanpa sebab, hal ini didasari lantaran obyek dipermasalahkan dikatakan masih tersangkut kasus hukum. Terbukti ia telah melaporkan Unud ke Bareskrim Mabes Polri dan laporannya masih dikabarkan dalam tahap penyelidikan.

“Saya dikasi tahu sama pengontrak di depan, katanya didekati oleh Made Sumarsawan selaku petugas lapangan mendatangi pengontrak untuk membayar sewa ke Unud. Dan juga menyampaikan akan membongkar 7 (tujuh) unit kontrakan. Jelas mereka merasa takut dan menelpon saya. Bagaimana Unud ini sebagai lembaga pendidikan tinggi ketika lahan masih bersengketa main labrak saja,” keluh Nyoman Suastika disampaikan kepada wartawan, Kamis (07/10/2021).

Kepada awak media pengacara dari pihak warga, Jro Komang Sutrisna, S.H menjelaskan, terdapat banyak keganjilan dalam PK No: 451PK/Pdt/2015 dijadikan dasar Unud memasang plang di tanah sengketa. Tidak saja cacat secara legal formal dalam pengajuan memori PK, namun juga diungkap dalam putusan itu banyak mengabaikan riwayat tanah dan fakta di lapangan.

“Banyak ada hal-hal ganjil yang harus dikritisi secara hukum. Pertama, mengenai Kuasa Hukum Rektor Universitas Udayana dalam Putusan PK No: 461 PK/PDT/2015 ini menunjuk dan memberi kuasa kepada Ida Bagus Rai Djaya, S.H, M.H dan kawan-kawan. Padahal yang mengajukan memori Peninjauan Kembali Unud adalah Nyoman Sukandia, S.H dan kawan-kawan,”

“Tetapi di dalam putusan ini yang disebutkan sebagai kuasa hukum yang melakukan Peninjauan Kembali adalah orang lain yang memang sudah tidak tersangkut hukum dalam proses Peninjauan Kembali. Ini tidak sah secara legal formal,” ungkap Jro Sutrisna.

Ditegaskan pula dari hasil kajian hukum banyak kekeliruan pada putusan PK tersebut. Salah satu pada halaman 14 dengan tegas menyebutkan, sesuai dengan obyek sengketa adalah milik tergugat. Alasannya, karena obyek sengketa telah dibebaskan pada tahun 1983 kepada yang berhak. Dan lagi pula telah terbit sertifikat serta telah ada bangunan sarana pendidikan.

“Pembebasan seperti apa dimaksud tahun 1983. Setelah kami telusuri tenyata Unud belum ada sertifikat sama sekali yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap kepemilikan tanah tersebut. Bagaimana BPN berani menerbitkan sertifikat tanpa dasar, sementara obyek sengketa pada peta rincikan jelas nomor persil atas nama I Rimpuh dan dibilang tanah negara oleh Unud. Itu sampai sekarang pun tidak ada sertifikat. Ya, berdasar PK ganjil ini lah Unud merasa memiliki,” tandasnya.

Warga Jimbaran Nyoman Suastika (kiri) didampingi Kuasa Hukumnya Jro Komang Sutrisna, SH (kanan) saat ditemui di lapangan

Begitu juga terkait dinyatakan pada obyek sengketa sudah ada bangunan Unud, Jro Sutrisna menegaskan, sama sekali faktanya tidak ada. “Kami sempat mengelilingi tanah itu, sampai harus melihat dari drone, apa benar ada bangunan Unud? Tidak ada. Yang ada bangunan warung milik Suastika, yang dikuasai dari masa kakeknya. Serta 7 unit toko yang dibuat Suastika sekitar tahun 2000-an. Malah dari masa kakeknya Suastika membayar pajak berdasarkan warisan sampai saat ini,” tambahnya.

Menilik status dan sejarah obyek sengketa dikumpulkan dari berbagai sumber, baik dari warga Jimbaran, Kepala Lingkungan dan saksi-saksi dikatakan obyek tanah tersebut merupakan tanah Hak Milik Adat (HMA).

“Lahan sengketa itu status awalnya tanah milik adat yang sudah diserahkan kepada warga, sudah diberikan dikelola sesuai dengan pembagian di ‘Letter C’ dengan Pipil dan Persilnya. Sekarang bisa dilihat faktanya, apa ada bangunan Unud di lapangan? Kan baru mau buat pagar nembok, itu pun pada posisi obyek tanah masih dalam proses hukum. Bagaimana nanti jika laporan dugaan pidananya jalan, apa tidak jadi temuan penyalahgunaan anggaran yang tidak sepatutnya dilakukan Unud,” singgungnya.

Namun, atas dasar Surat Penyerahan Hak Milik tahun 1982-1983, Unud menekankan bahwa tanah sengketa adalah tanah negara. “Surat ini telah digunakan Unud dalam berbagai upaya hukum. Inilah yang kami kritisi. Jika status tanah ini bukan tanah negara dan faktanya, itu tanah hak milik adat yang diserahkan kepada masyarakat, Unud dapat diduga memalsukan data autentik. Inilah dugaan pelanggaran hukum Unud, karena menggunakan surat yang diduga palsu,” tandas Jro Komang Sutrisna.

Sementara I Made Sumarsawan selaku perwakilan pengelola Barang Milik Negara (BMN) Unud saat dikonfirmasi awak media membenarkan telah mengerjakan proyek pemagaran tembok oleh Unud di obyek sengketa. “Ya benar kami dari Unud yang memagari lahan tersebut,” ujarnya.

Saat ditanya apakah Unud memiliki sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah, Sumarsawan tak mampu menyampaikan jawaban dengan jelas. “Ya kan karena sudah putusan Peninjauan Kembali (PK) dan sudah dieksekusi,” kilahnya.

Lanjut disinggung terkait adanya rencana membongkar 7 unit bangunan dan mengarahkan pengontrak, ia mengatakan tidak ada. Cuma diakui mengarahkan pengontrak agar bersurat ke Rektor Unud. “Tak ada pembongkaran. Kami hanya meminta para pengontrak untuk bersurat (permohonan kontrak tempat) ke Rektor Unud,” tutup dia.

Untuk diketahui sebelumnya, Dewa Ari selaku koordinator Barang Milik Negara (BMN) Unud menyebut, obyek tanah dimaksud dalam kasus hukum tengah berjalan adalah milik Kementerian Keuangan. Murni dikatakan diperuntukan guna pengembangan sarana dan prasarana pembelajaran di Unud sesuai program pemerintah tahun 1980.

“Tanah yang disengketakan tersebut dipulihkan kembali pada Kementerian Keuangan selaku pemegang hak, berdasar Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung Republik Indonesia serta Berita Acara Restitusi (Pemulihan Hak) dari Pengadilan Negeri Denpasar dengan Penetapan No.46/Eks/2020/PN.Dps jo Nomor 463/PDT.G/2011/PN.Dps tanggal 3 Januari 2021,” beber Dewa Ari dalam rilis klarifikasi disampaikan Senja Pertiwi selaku juru bicara Unud kepada wartawan waktu lalu.

Pihak Unud melakukan proyek pagar tembok di lahan sengketa

Terkait memenuhi panggilan Bareskrim Polri atas pelaporan warga ke Mabes Polri Unud sebagai terlapor, Dewa Ari menjelaskan bahwa pihaknya didampingi tim kuasa hukum Unud sudah menghadiri undangan di Polresta Denpasar.

Berbekal segenap dokumen resmi memberikan keterangan terkait adanya dokumen awal pembebasan lahan yang dilakukan panitia Tim Pembebasan Lahan pada tahun 1982-1983.

“Sehingga atas laporan tersebut pihak Unud telah menghadiri panggilan Bareskrim
untuk kepentingan pemeriksaan. Dengan menunjukkan bukti-bukti formal dari Panitia Pembebasan Lahan di Tahun 1982-1983. Seperti bukti pembebasan tanah tahap I, tahap III dan tahap IV (ASLI) dan kemudian menyerahkan copy dari asli dokumen kepada pihak Bareskrim guna keperluan penyelidikan,” ungkap Dewa Ari dalam klarifikasinya.

Sisi lain informasi dapat digali dari sumber terpercaya, alasan Bareskrim Mabes Polri membawa berapa dokumen milik Unud disebut-sebut ‘asli’ dikatakan terdapat cap jempol milik warga yang perlu diuji kebenarannya oleh tim INAFIS Polri.

Sumber ini juga mengungkap, status tanah negara yang disematkan dalam dokumen tahun 1982-1983 itu diragukan. Diperlukan kejelasan serta kehati-hatian dalam penyelidikan dan memakai dokumen dimaksud untuk alat bukti.

Lebih-lebih obyek tanah sengketa yang terdapat di Kelurahan Jimbaran dan BPN Badung ditegaskan tercatat dan jelas kedudukannya bukan tanah negara. Dalam kasus ini penting diperhatikan, data yang disinyalir tidak jelas di masa lalu agar tidak dipergunakan sebagai alat untuk menguasai dan menzolimi hak warga negara. (BB/502)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button